ma mafaza bantul

Sajak-sajak Siti Mu`Jijatirohmah

Sajak-sajak Siti Mu`Jijatirohmah

 

ma mafaza bantul
TEROPONGSENAYAN.com

Secangkir Kopi

 

Mula-mula aku tidak mengerti

memedam gejolak api emosi

kauhadir setenang putih melati

mengarahkanku jalan pintu solusi

 

Di atas meja seuntai cerita

kau suguhkan kata-kata sederhana

secangkir kopi hangat penuh canda

tuk berpijak hatiku dalam doa

 

Perlahan kubangkit menggenggam hari

mendayung asa yang sempat tersisih

meski karang menghadang rintang

namun semangatku tak kan tenggelam

 

Namamu kan selalu kuingat

Dalam secangkir kopi saksi perjuangan

Kau sebagai teman sejati

Penyulut geloraku meraih mimpi

 

 

Yogyakarta, 9 Juli 2018

 

Karunia Sejati Allah

Terpetik dari QS. An-Nahl

 

Karunia Allah begitu sempurna

tiada cacat tak berdebu debu

rahmat Allah tak berkamus kata

tak terbatas bahasa suara semu

membingkai pagi embun suci

menutup senja panorama cinta

 

Sucinya Allah ar-Rahman

sewaktu kau dalam rahim

cintanya Allah ar-Rahim

sewaktu kau dalam lalim

ambisimu telah lupakan adanya

fantasimu telah lupakan wujudnya

kau boneka hitam dari cahaya hidayahNya

 

carilah karunia Allah

dalam dekap hangat seorang saudara

carilah rahmat Allah

dalam genggam erat sosok sahabat

di hampar tulus derai hati

menjemput panggilan takwa

 

maka kan kau temui

nikmat dan karunia sejati

 

Yogyakarta, 19 Juli 2018

 

Kacamata Dunia

 

Bercita-cita langit adalah langkah meraih kesuksesan

menyaksikan dunia adalah mengakui hebatnya penciptaan

 

Dimensi dunia tidaklah berbatas

istilah lautan bukanlah penghalang

jarak membentang bukanlah keniscayaan

atau terpuncaknya matahari dalam semayam

 

Beragam corak menghias elok

berjuta makna menari indah

menyebar di titik-titik sudutnya

memancar dalam bingkai keunikannya

 

Rasakanlah degup jantung kata

debar yang perlahan menuntunmu melihat

menafaskan artinya pemahaman baru

kesejukan udara di luar pintu

 

Rasakanlah selalu

kerugian tak akan menjebakmu

karena kata adalah kunci mata

menembus kabut di ujung samudera

 

Yogyakarta, 2018

 

Membingkai Bulan Suci

 

Dimulai pada kalender 13 Mei

dengan iring doa dan shalawat baginda Nabi

 

Berjalan aku di metafora puisi

memandang semesta yang telah berlipat-lipat hari

 

Tak terasa seperti kumeniti di tahun sebelumnya

rahmat dan berkah bulan puasa kembali berjumpa

 

Hati berpulang nostalgia

menjejak halaman demi halaman history lama

 

Kalbu dengan penuh damba memujaNya

dalam detak tarawih yang penuh zakiah

 

Kaki melangkah rindu datangiNya

dalam gema surah yang berlantun indah

 

Sampai kemenangan teraih pada waktunya

takbir Idul Fitri membuka cakrawala

 

Yogyakarta, 17 Mei 2018

 

Cahaya Alquran

 

Di hatiku bersinar bagai matahari

setiap saat setia menerangi

memberi energi semangat ruhani

tiada lelah dan berhenti

 

Ketika malam berteduh purnama

teringat huruf dan maknanya

rindu memanggil tuk membaca

hayati dan renungi desir kekuatannya

 

Lantunan merdunya adalah ketenangan

keindahan katanya adalah kedamaian

tergugah hati dalam heningnya

terbuka netra dalam rahasianya

 

Tak pernah hati terlukai

mengadu sakit karenanya

hati yang dingin terundung benci

hangat terselimut akan sentuhnya

 

Di manapun diri berada

meski kaki berpijak di ujung semesta

jiwa bersauh bentang samudera

di hati Alqura selalu bercahaya

 

Yogyakarta, 5 Juni 2018

 

Episode Perpisahan

 

Bersamamu setiap detik berbicara adalah harumnya tetes demi tetes kasturi surga.

Kepadamu takdzim hormatku: Guruku

 

Terkenang dalam lembutnya dekap

tidaklah mampu kata mengungkap

hilanglah semua tuk diharap

sedarlah waktu senantiasa berderap

 

Tulus hatimu senantiasa mengiring

tuk sekalipun tiada berpaling

meski ringan atau terpenting

biar sebongkah hati ini tak mengering

 

Sungguh, mengapa daya ini sekalipun tak mampu melawanmu

entah, tapi sungguh bukan karena tiada kekuatan

melainkan agungnya ilmu yang kau berikan

sehingga tulus mengalir wujud ketakdziman

 

Terberkas tajam pandangmu namun tak membunuh

pada jiwa ini nan begitu rapuh

justru kau dorong tuk berlabuh

hiraukan kening yang berbanjir akan peluh

 

Nasihat berbingkai nasihat kau tuturkan

meresap tenang di peta kehidupan

dalam relung melangkahkan iman

membenteng diri ganasnya peradaban

 

Kini tiba saatnya kau pergi

tinggi mengangkat jati diri

tinggalkan kami mendayung sendiri

anugerahnya dalam subuh yang sunyi

 

Yogyakarta, 5 Juni 2018

 

Penulis lahir di Kebumen dan pegiat Lembah Literasi Mafaza Yogyakarta (L2MY).

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *