Oleh Nur Laila
Sosok Kaera memang sering membuat ulah di sekolahnya. Dalam satu bulan, Kaera tidak pernah absen untuk masuk ruang BK (Bimibingan Konseling).Kaera sering bertengkar dengan tetangga kelasnya. Dari beberapa konflik yang pernah ada Kaera sering meributkan masalah cowok.
Kaera Saraswati nama panjangnya sering teman-temannya memanggilnya Era. Era mamiliki tubuh yang ideal, wajah yang putih berseri dengan senyum yang selalu menghiasi wajah. Sebenarnya, ia adalah gadis yang manis dalam rumahnya. Dia tinggal bersama ibu dan kakaknya. Ibu Era sangat menyayanginya, tak pernah ia membantah kata yang terucap dari bibir ibunya.
Di sekolah, Kaera yang aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah dan ekstrakurikuler lainnya. Sore hari saat rapat OSIS di sekolah yang sudah terjadwal setiap seminggu sekali, Era pun ikut berkontribusi dalam rapat tersebut. Era turut aktif dalam rapat dan menyampaika aspirasi-aspirasi yang ia miliki.
Setelah beberapa waktu pun berlalu seluruh anggota pengurus OSIS pun mulai beranjak pulang ke rumah-rumah masing. Saat ia mulai berjalan menuju gerbang tiba-tiba tetes air langit mulai jatuh ke bumi. Anak-anak sekolah pun mulai berlarian mencari tempat untuk menyelamatkan diri dari hujan yang semakin deras mengguyur, tak terkecuali Kaera.
Kaera berteduh di gubuk depan sekolah. Saat Kaera sedang sibuk melihat hujan, dari kejauhan sebuah montor mulai mendekat. Sesosok laki-laki yang tinggi semampai, dengan warna kulit yang maskulin turun dari montor. Ia membenahi rambutnya yang berantakan karna terkena hujan. Ia mendekat kea rah Era.
“kog loe belum pulang?” tanya Era
“kamu juga kog belum pulang?” tanyanya balik
“loe nggak liat hujannya deres banget nih!”
“alamat kamu emangnya dimana?” tanyanya
“Jalan Kusumanegara”
“oke.. sekarang ikut aku aja!” sambil menyeret Era ke montornya
Kaera tidak punya pilihan lain, senja mulai menyambut dan hujan tak kunjung reda. Sesampai di rumah Era merasa aneh yang bercampur aduk. Ia teringat akan sosok laki-laki yang mengantarnya. Era dan laki-laki itu memang telah saling mengenal. Desya adalah temannya di OSIS, ia merupakan sosok yang populer di sekolah. Selain menjadi penggurus OSIS Desya merupakan pemain inti klub basket di sekolah. Desya merupakan sosok yang berwibawa dan bertanggung jawab jadi tak sedikit perempuan yang tergila-gila denganya. Desya memiliki kecintaan terhadap dunia modifikasi montor, dan itu menyebabkan ia ikut dalam sebuah klub montor.
Semenjak kejadian itu Desya dan Era pun semakin dekat. Mereka menjadi sahabat yang baik. Saling bertukar pikiran menyelesaikan banyak persoalan, bercanda tawa selalu menghiasi hari-hari mereka.
Hari berganti hari, tahun berganti tahun waktu perpisahan pun tiba. Tiba waktunya untuk anak kelas 12 harus memikirkan masa depannya. Mereka harus menentukan kemana mereka akan melanjutkan pendidikannya. Seperti adat yang sudah ada setiap pelepasan kelas 12 pasti akan diadakan acara pentas seni. Kelas Era akan menampilkan sebuah tarian sebagai persembahan sedangkan kelas Desya menampilkan sebuah drama. Pagi-pagi Era harus sudah sampai di sekolah untuk memperiapkan acara tersebut. Ketika ia sampai di koridor sekolah ia melihat sosok Desya yang sedung duduk termenung sendirian.
“We..pagi-pagi jangan bengong.”
“Eh Era, ngapain kog jam segini udah sampai?”jawabnya dengan kaget
“Mau persiapan pentas nih.”
“Ra ada yang mau kuomongin nih.”tukas Era
“Apa?”
“…”
“Kog diem? Eh.. apa?” heran terpancar di wajah Era
“Gimana hubunganmu sama pacarmu?”
“Udah putus.”jawabnya datar
“Putus! Kapan?”
“Belum lama, emangnya kenapa?”
“Nggak apa-apa, kamu mau lanjut kemana?”
“Kamu jangan kaget ya kalau aku kasih tau.”
“Iya ke mana ?”
“Pondok pesantren.”
“Kog bisa? Mama kamu yang nyuruh?”
“Iya.. aku nggak bisa nglawan mama, kata mama aku harus berubah.”
“Ehm.. “
Percakapan panjang pun terjadi di antara mereka berdua hingga sunyi pun tiba tiada kata-kata lagi yang terucap dari bibir mereka. Mereka pun mulai pergi dari tempat mereka semula dan mulai melakukan aktivitas mereka masing-masing. Semanjak acara pentas seni itu Era dan Desya sudah tidak pernah bertemu lagi. Banyak pertanyaan yang tersimpan di benak Era akan keadaan Desya namun, siapakah Era?hanya orang asing bagi Desya. Dalam doa-doanya, Era selalu berharap agar Desya baik-baik saja.
Hari keberangkatan Era ke pondok pesantren akan segera tiba. Era sudah menyiapkan segala keperluan yang akan ia butuhkan. Era pun telah berpamitan kepada seluruh keluarga dan tema-teman terdekatnya. Termasuk Desya pun juga ia beritahu akan kepergiannya, meski hanya lemat email.
Tiba-tiba suara ketukan pintu rumah Era terdengar. Ibu Era pun egera membukakan pintu. Dengan ramah ibu Era menyambut tamunya dan mempersilahkannya masuk untuk masuk ke dalam rumah. Sang tamu pun taat masuk ke dalam ruamah dan duduk di ruang tamu.
“Era… ini temen kamu datang nak.”
“Iya Bu.” segera bergegas menuju ruang tamu.
Saat sampai di ruang tamu Kaera dikagetkan dengan kehadiran sosok yang mengganggu pikirannya beberapa waktu ini.
“Kamu.. apa kabar?”
“Baik.”
“kog kamu hilang tanpa kabar Des?”
“Aku nggak ngilang kog cuman mencari ketenangan aja kog.”elak Desya
“Tumben main Des, ada angin apa nih?”sembari duduk di kursi yang kosong
“Nggak lah..kamu kapan berangkat?”
“Besok.”
“Cepet banget.”dengan raut kaget di wajahnya
“Ra aku pengen ngomong sesuatu sama kamu.”
“…” dengan perhatian menyimak kalimat Desya
“Aku suka sama kamu Ra?”
“Apa?’
“Iya aku suka sama kamu.”
“Aku nggak paham dan nggak ngerti Des, bukannya kamu deket sama kak Iis, lalu kenapa kog malah aku? Aku juga mau pergi.”
“Terus kenapa kalau kamu mau pergi. Aku cuman pengen tahu gimana perasaan kamu ke aku. Masalah kak Iis dia kog yang ngejar-ngejar aku bukan aku yang ngejar-ngejar dia.” tegas Desya
“Sekarang gimana perasaan kamu ke aku Ra?”dengan mata tegas tertuju ke Era
“Jujur aku juga punya perasaan kamu Des, tapi aku nggak mau nyakitin kamu dengan cara seperti ini, aku harus pergi ke pondok.”matanya tertunduk ke bawah dan tangis mulai turun dari matanya
“Makasih Ra, perasaan kamu buat aku itu udah cukup. Aku nggak minta lebih dari itu. aku janji, aku akan tunggu kamu sampai kamu dan aku akan bisa untuk bersama-sama lagi dalam ikatan suci”
Tangis Era sudah tidak bisa dibendung lagi. Era menangis sejadi-jadinya. Desya pun berpamitan dan mendoakan kesuksesan Era di pondoknya kelak. Era menghapus air matanya, doa dari Desya selalu diingat Era dan menjadi semangat Era dalam menuntut ilmu.
Era sekarang yang dulu terkenal badung di sekolah, sekarang ia menjadi santri yang taat dan patuh terhadap guru-gurunya. Julukan-julukan sebagai pengacau yang ada pada dirinya telah beganti dengan laqob-laqob yang indah.
waktu perpulangan pun tiba, hati Era sudah dipenuhi dengan berjuta kerinduan yang selama ini ia pendam.Sebelum perpulangan, para santri mengadakan acara. Rasa lelah menjalar ke seluruh tubuh. Termasuk Kaera Saraswati yang menjadi seksi acara dalam acara tersebut. Ia harus mengurusi acara tersebut hingga larut malam. Saat semua acara telah selesai, para santri pun mulai beranjak menuju ke kamar mereka masing-masing. Mereka harus mempersiapkan hari esok untuk kembali ke kampung halaman masing-masing. Era sudah terlelap dalam tidurnya karena kelelahan. Dalam tidurnya Kaera bermimpi bertemu dengan sosok beberapa tahun lalu yang mendatangi rumahnya. Pria itu mengenakan baju koko putih dengan wajah putih berseri-seri dengan membawa setangkai mawar di tangannya menghampiri Era yang sedang duduk di teras rumahnya dan asyik menonton hujan. Pria itu memberikan mawar kepada Era, Era pun menerimanya. Ia langsung pergi tanpa kata-kata yang terucap dari bibir pria tersebut dengan mengulam senyum kepada Era. Tersentak Era tersadar.
“Desya…” gumam Era saat terbangun
Semasa ia berada di kampung halamannya, ia sangat bahagia karena dapat berkumpul kembali dengan keluarganya yang sudah lama tak jumpa.
“Ra… beberapa hari lalu Desya datang ke Rumah.”ibu Era sambil menyiapkan sarapan
“Ke sini.. ngapain bu?”jawab Era cepat
“Nanyain kapan kamu pulang dan katanya kalau kamu pulang besok dia mau main ke rumah.”
Tiba-tiba setelah selesai sarapan, Era mendapat telepon dari mamanya Desya. Telepon tersebut meyatakan bahwa Desya Arkananta Kusuma Atmaja telah meninggal dunia. Tersentak telepon yang digenggam Era terlepas, Era merasa kakinya lemas ia sudah tak mampu berdiri lagi. Angan-angannya untuk bisa bersua dengan Desya sirna. Ia tidak akan pernah lagi berjumpa dengan orang yang sepertinya lagi.
Setelah mendengar kabar itu, Kaera langsung menuju ke rumah duka. Era berniat untuk menghibur keluarga Desya agar tidak berlarut-larut dalam kesedihan dan untuk meminta maaf kepada keluarganya. Era mengentuk pintu rumah Desya sambil mengucap salam. Tak lama kemudian seorang wanita tua tak lain adalah nenek Desya langsung menyuruh Era untuk masuk ke rumah. Kaera duduk di sofa yang dulu sering ia duduki bersama Desya saat belajar kelompok bersama ataupun hanya sekadar main saja. Ia teringat akan kenangan-kenangannya bersama Desya.
Selang beberapa waktu mama Desya muncul dan menghampiri Era. Mama Desya menceritakan bagaimana kronologis kematian Desya. Kaera mencoba menahan agar tangisnya tidak tumpah di hadapan mama Desya. Mama Desya memberikan handphone Desya kepada Era, Agar Era bisa melihat sesuatu yang dibuat Desya untuk Era. Saat era membuka handphone tersebut Kaera menemukan sebuah video yang berjudul Untuk Kaera Saraswati dan akhirnya pun Era memutuskan untuk membuka video tersebut.
Assalamu’alaikum Era
Gimana kabar kamu di sana?
Kapan kamu pulang? Aku kangen kamu Ra
Makasih ya telah bisa merubah aku menjadi lebih baik
Kalau kamu lihat video ini
Aku minta tolong untuk kamu inget sama pesenku
Jikalau kamu disana udah nemuin cowok yang lebih baik dari aku
Aku mohon sama kamu Jangan pernah lupain aku
Meski aku dan kamu tidak ditakdirkan untuk berjodoh
Aku nggak akan pernah lupain kamu
Maaf untuk semua kekurangan yang kumiliki
Salam
Masih menunggu
Tangis Era pun udah tidak bisa dibendung lagi. Era menangis melihat video tersebut. Mama Desya yang berada di sampingnya lansung memeluk Era dengan erat.
“Tenang Ra tenang, mama ada di sini nggak usah sedih lagi” sambil menepuk punggung Era
“Ma.. Desya ma.. Desya” sambil menangis tersede-sedu
“Ra meski sekarang Desya udah nggak ada lagi kamu akan selalu mama anggep kaya anak mama sendiri. jangan sungkan-sungkan buat main kesini kalau kamu liburan ya nak..” tangan lembut mama Desya mengusap kepala Era
Era pulang ke rumahnya dengan mata yang sembab. Ia menghempaskan tubuhnyke Kasur dan kembali menangis lagi. Akan tetapi Era ingat sebagai seorang muslim tidak boleh menangisi kepergian seseorang seperti itu dan tidak boleh larut dalam kesedihannya. Lalu ,Era mengusap air matanya dan langsung mengambil air wudhu lalu sholat dua rakaat. Lalu ia bersimpuh di hadapan Tuhannya sambil menengadahkan tangan.
“Ya Rabb, jika ini memang jalan terbaik yang telah kau tetapkan, kuatkanlah aku untuk menghadapinya. Dan berilah ia tempat kembali yang terbaik di sisi-Mu”
“Amin”
“Amin”
“Amin ya rabbal ‘alamin”
Era kembali bersujud kepada Tuhannya. Dan sekarang Era tersadar bahwa setiap yang bernyawa pasti akan kembali untuk menghadap Tuhannya. Tak terkecuali manusia tersebut adalah raja, presiden, insinyur, pedagang, dan rakyat biasa pun ia akan mengalami yang namanya kematian.
***
*) Penulis lahir di Klaten sekaligus pegiat Lembah Literasi Mafaza Yogyakarta (LM2Y)